Penulis Oleh : Kak Fadli
Ketua DKC Sidoarjo tahun 1995-1998, Anggota korps pelatih Jenggala
“Pramuka siapa yang punya, Pramuka siapa yang punya, Yang punya kita semua”
Sepenggal lagu pramuka yang melegenda tersebut disadur dari lagu nona manis siapa yang punya, lagu yang sangat populer dari daerah maluku. Lagu Pramuka siapa yang punya seakan menjadi nyanyian wajib disetiap kegiatan perkemahan, api unggun bahkan pelatihan. Hal ini menjadi ciri khas Pramuka yang selalu riang gembira menjadi energi dalam setiap aktifitas. Ditunjukkan dengan bernyanyi, menari dan bertepuk tangan alias tepuk Pramuka, karena semua itu terkandung makna filosofis.
Dari nyanyian “Pramuka siapa yang punya” tergelitik sebuah pertanyaan mendasar memangnya pramuka milik siapa?. Apakah hanya milik Pramuka secara struktural organisatoris yang telah diatur dalam AD/ART atau milik masyarakat secara fungsional.
Sebab ada gejala bahwa Pramuka mengalami keterasingan, terpisah dari kehidupan masyarakat secara faktual. Bahkan yang paling aneh Pramuka sekedar menjadi tontonan masyarakat.
Kegalauan atas pertanyaan tersebut sedikit terjawab pada saat kegiatan pertemuan Pelatih Jenggala di Trawas Mojokerto beberapa waktu yang lalu. Salah satu nara sumber Kak. Suyatno seorang pelatih Nasional dari Kwarda Jatim, mengatakan bahwa eksistensi dan peran Pramuka adalah tidak terlepas dari problem reseptif, terpisah, diskriptif dan statis. Dengan gaya humoris kak yatno nama panggilannya menjelaskan beberapa hal penting telah mengacak-acak perasaan, emosi dan eksistensi hingga terngiang dalam kegalauan.
Memahami bahwa dinamika masyarakat berkembang begitu cepat didorong oleh penemuan teknologi baru serta berkembang secara massif dimediasi oleh internet. Kini media sosial membanjiri ranah privat sehingga sulit membedakan mana kebutuhan privat mana kebutuhan publik. Dekadensi moral akibat tumbuh suburnya media sosial membutuhkan kehadiran Pramuka. Disisi lain kerusakan alam mengakibatkan rawan pangan menjadi peluang Pramuka untuk peduli sebagai perwujudan dharma kedua cinta alam dan kasih sayang sesama manusia.
Pertanyaannya dimana kepekaan anggota Pramuka dan apakah Pramuka telah adaptif terhadap perkembangan zaman ?. dari tinjauan reseptif menunjukkan bahwa mindset dan perilaku Pramuka memiliki daya serap rendah walaupun tesis ini perlu didukung data dan fakta secara ilmiah dan terkesan pasif membuat perjalanan Pramuka lamban dan jadul. Berada pada zona nyaman convert zone sehingga Pramuka menjadi asing ditengah masyarakat, Keterasingan tersebut secara sengaja atau tidak disebabkan pemisahan diri dari dinamika masyarakat.
Selanjutnya hanya mampu bercerita masa lalu secara terbatas, bukan bermaksud skeptis terhadap masa lalu, tetap menjadi sebuah pelajaran untuk menatap kehidupan yang penuh tantangan di masa datang. Jika dipedomani bahkan fanatis dengan masa lalu maka Pramuka tidak mampu menjadi problem solver bagi masyarakat akan tetapi Pramuka hanya milik pramuka belum menjadi milik masyarakat. Fenomena tersebut perlu pembuktian dan komitmen anggota Pramuka untuk menjawabnya.
Faktor-faktor terjadinya keterasingan Pramuka karena tidak mau beradaptasi dengan dinamika di masyarakat, merasa sudah lebih baik, merasa hebat padahal itu milik masa lalu, itulah yang disebut sikap statis yang didalamya terkandung sikap kebal dan defensif.
Perlunya kontemplasi mengidentifikasi dari data dan fakta dimasyarakat untuk mencari solusi yang solutif. Lalu pertanyaannya bagaimana tantangan dan harapan Pramuka di masa mendatang. Berangkat dari fenomena tersebut mengutip dari paparan kak. Yatno mengatakan bahwa Pramuka harus banyak memberi, produktif, penyaluran serta mandiri. Bahkan satu ungkapan Prof.Dr Suyatno, M.Pd Guru Besar Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya atau kak yatno yang paling menohok adalah :
“Jangan mencari hidup di Pramuka tapi bagaimana kita menghidupi Pramuka”.
Artinya kedepan dunia penuh tantangan tugas Pramuka adalah sesuai fungsinya membentuk karakter generasi muda sesuai kebutuhan jamannya. Tidak memaksakan masa lalu yang heroik tapi tidak solutif, masa lalu tetap menjadi wawasan bagi generasi muda akan tetapi bukan menjadi ideologi atau diyakini fanatis pada masa lalu sehingga mengakibatkan kaku, beku dan tertutup terhadap perkembangan zaman.
Belajar dari pengalaman orang-orang sukses di abad ini bahwa kesuksesan bukan dari sebuah kompetisi akan tetapi kolabosari, kerjasama.
Sehingga watak dan perilaku yang perlu dikembangkan adalah memberi, memberi tanpa berharap menerima pengembalian, sebab jika itu terjadi maka Pramuka masih memiliki watak Pamrih tidak linier dengan dasa Dharma ke lima rela menolong dan tabah.
Banyak ungkapan para cendikiawan bahwa kedermawanan membuahkan kebahagiaan. Tidak ada ceritanya orang dermawan jatuh bangkrut, dermawan tidak harus dalam bentuk harta benda, bisa berupa menghibahkan sebagian waktu untuk membina generasi muda juga merupakan dermawan.
Selanjutnya kata produktif bagi seorang Pramuka hampir menjadi sebuah kewajiban.
Seringkali kita terjebak tekstual dalam materi kepramukaan masih berkutat pada retorika tata upacara, janji dan sumpah Pramuka, bukan berarti itu tidak penting akan tetapi banyak kebutuhan yang sangat fundamental dan esensial dalam membentuk karakter generasi muda yaitu bagaimana mereka memiliki karakter produktif berani mengambil sikap berani mengambil resiko dimanapun dan sebagai apapun. Ketersediaan semua fasilitas yang serba instan menjebak anak muda pada kemalasan. Istilah anak muda sekarang adalah “mager” malas gerak, itu menjadi tantangan dan bahkan perang terhadap sikap mager.
Karena jiwa Pramuka produktif inovatif dalam bidang apapun. Sehingga sosok Pramuka benar-benar menjadi solusi ditengah masyarakat.
Dan yang terakhir adalah mandiri, kedepan sikap dan perilaku mandiri menjadi sebuah kebutuhan mendasar. Pramuka harus menjadi garda depan penyokong pendidikan formal mencetak mental mandiri. Mandiri dalam kehidupan maupun mandiri dalam karya mencetak wirausaha.
Jika ada pertanyaan apakah materi Pramuka, kurikulum Pramuka masih menjadi kebutuhan generasi sekarang dan akan datang.Tentu pertanyaan ini harus dijawab secara jujur terbuka dan lapang dada. Tanpa mengurangi nilai-nilai luhur ajaran Pramuka yang luar biasa dan termaktub dalam Tri Satya dan Dasa Dharma Pramuka. Seperti yang diungkapkan kak Yatno kalau ingin berubah maka kita harus menghilangkan sikap pasif dan defensif. Sehingga kita berani lantang mengatakan Pramuka adalah milik kita semua. (Pusinfo-Kak Fadli)
Sumber foto : https://www.scout.org/asia-pacific